Jumat, 11 Juni 2010

Makalah Pendidikan

MEMBANGUN KARAKTER SISWA BERBASIS QUR’ANI

”Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat”
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam megarungi kehidupan ini, manusia dapat mengatur dan menjalankan hidupnya dengan baik karena diawali dengan sebuah pendidikan. Pendidikan mengajarkan kita akan makna kebersamaan dan kepedulian.
Begitu pentingnya pendidikan sehingga banyak lembaga yang berkecimpung di dunia tersebut. Namun yang dialami sekarang banyaknya lembaga pendidikan tidak dapat menjamin kehidupan anak didiknya berlangsung dengan stabil. Dengan demikian, acap kali pelaku pendidikan sepeti orang tua sedikit hilang kepercayaannya terhadap lembaga tersebut.
Berlari dari permasalahan di atas, ada titik cerah yang dapat kita temukan dalam dunia pendidikan yaitu pendidikan berbasis karakter. Dampak besar yang dapat dirasakan oleh lembaga-lembaga yang menerapkan hal ini. Sebagaimana banyak penelitian menyimpulkan bahwa lembaga yang menerapkan pendidikan tersebut dapat memberikan motivasi terhadap siswa dalam meraih prestasi akademiknya.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu meliputi aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Ketiga aspek itu akan mempengaruhi kecerdasan emosional anak didik dan menjadi bekal penting untuk menyongsong hidupnya di masa yang akan datang. Karena 80 % keberhasilan seorang anak didik ditentukan dari kecerdasan emosinya, dan hanya 20 % yang ditentukan oleh kecerdasan otaknya.
Akan tetapi, pendidikan karakter pun tidak cukup dalam membangun generasi masa depan yang lebih maju dan bermoral. Karena sedemikian kompleksnya permasalah yang akan dihadapi oleh mereka para peserta didik. Sehingga ada kelanjutan dari pendidikan karakter tersebut yaitu pendidikan karakter berbasis qur’ani.
Pendidikan berbasis qur’ani adalah pendidikan agama yang bersumber dari nilai-nilai Quran dan Sunah Nabawiyah. Pendidikan ini sangat diperlukan oleh anak-anak didik, untuk mempersiapkan masa depannya yang lebih maju, kompleks, canggih dan penuh tantangan. Hal ini disebabkan karena kecenderungan masa depan yang kompleks dalam memecahkan masalah secara rasional berdampak pada pengabaian nilai-nilai moral demi kemanfaatan sesaat.
Dalam membangun karakter siswa berbasis qur’ani, yang diperlukan anak didik adalah pendidikan karakter yang bermuara kepada pengagungan nama Allah SWT, sehingga pendidikan apapun yang dia terima dapat menopang ketauhidannya. Al-Quran sebagai acuan kita, telah menginformasikan seperti dalam surat Shad ayat 29 “ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu yang penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.
Al-Quran yang menjadi salah satu sumber utama dalam kehidupan, akan mengajarkan anak didik bagaimana berperangai mulia atau sering kita kenal dengan Akhlakul Karimah. Menanamkan nilai-nilai akhlak Al-Quran terhadap anak sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam Al-Quran pun anak-anak akan diajarkan bagaimana meneladani perangai Rasulullah SAW yang sangat mulia. Sehingga mereka akan lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Menanamkan pendidikan qur’ani dengan mengedepankan etos Islam dapat diupayakan jika lingkungan anak juga Islami. Dalam suasana demikian, transfer nilai dapat berjalan dengan mulus. Dan hal ini dapat diterapkan terhadap anak dimulai sejak dini. Karena sesuai dengan penelitian dalam rentan waktu usia anak yang dini adalah saat-saat penting dalam perkembangan otak anak dan perilakunya.
“Didiklah anak-anak kalian dan buatlah pendidikan mereka itu menjadi baik” (HR. Ibnu Majjah). “Sebaik-baik orang diantara kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”.
Sebagaimana yang diungkapkan Sayyid Quthb terdapat 3 karakteristik siswa berbasis qur’ani, yaitu :
1. Bersumber pada Al-Quran Al-Karim
Hal ini dialami sejak zaman para sahabat Rasulullah SAW yang menjadikan Al-Quran sebagai sumber utama dalam menjalankan kehidupannya. Bahkan ketika Aisyah r.a. ditanya mengenai akhlak Rasul, ia menjawab : “Akhlak beliau adalah Al-Quran”. (HR. An Nasai)
Al-Quran dijadikan sebagai alat bedah untuk membedah segala macam permasalahan yang terjadi kala itu. Bahkan Abu Bakar pernah berkata; kalau seandainya aku mencari tali kudaku, niscaya akan kutemukan dengan Al-Quran. Begitulah, kuatnya pemahaman para sahabat terhadap Al-Quran sehingga hidupnya menjadi lebih tertata dan teratur. Namun saat ini, justru ada sebagian dari umat Islam Indonesia yang berfikiran sekuler dan liberal, ia tidak menjadikan Al-Quran sebagai rujukan utama, bahkan karya-karya ilmuwan barat yang dijadikan pedoman.
2. Mempelajari Al-Quran untuk diamalkan dan dilaksanakan isinya
Al-Quran bukan hanya sebagai hiasan di depan ruang tamu, atau dibaca hanya ketika ada sanak family yang meninggal. Tidak hanya sekedar membaca, tapi lebih dari itu, kita berkewajiban juga untuk mentadabburi isi dan makna apa yang kita baca. Sehingga Al-Quran bisa dijadikan sebagai pemicu energi yang sangat besar untuk mengubah kehidupan seorang pribadi muslim. Bahkan lebih dari itu, peradaban dunia yang begitu menakjubkan pada awal abad ke-10 Masehi, juga diawali dengan memahami Al-Quran secara komprehensif.
3. Menghilangkan sifat-sifat kejahiliyahan pada masa lalu
Itulah 3 karakteristik siswa berbasis qurani yang istimewa. Yang menjadikan Al-Quran sebagai peta perjalanan hidup kita, peta untuk menuju kesuksesan dalam melewati perjalanan penuh rintangan dan peta untuk mencapai tujuan yang kita cita-citakan, yaitu surga-Nya yang abadi.
Dalam membangun karakter siswa berbasis qurani pun ada 4 tahapan yang harus dilakukan pendidik atau orang tua, yaitu :
1. Memberikan contoh keteladanan
Supaya anak didik dapat membaca Al-Quran berikan contoh dengan rutin membaca Al-Quran. Ataupun agar anak dapat menjaga kebersihan biasakan kita membuang sampah pada tempatnya.
Keteladanan inilah yang sangat berpengaruh besar dalam benak seorang anak. Dia akan melakukan apa yang kita perintahkan jika kita pun melakukannya. Karena yang didengar lebih sedikit dari apa yang dilihat.

2. Buatlah pendekatan sesuai “dunianya”
Ketika seorang wanita merenggut anaknya dengan kasar saat ia sedang “pipis” di pangkuan Rasulullah SAW, mencegahnya sambil bersabda, “tumpahan (kencing) ini dapat membersihkannya, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dari ini (akibat rengutan yang keras itu)?”.
Pendeketan inilah yang membuat perasaan anak didik menjadi nyaman. Dalam pendeketan kita sebagai orang tua atau pendidik diminta untuk lebih memerhatikan perkembangan seorang anak, baik itu kecerdasannya dan juga tingkah lakunya.
3. Menerapkan penahapan dan pembiasaan
Sebagai implikasi dari pandangan Al-Quran tentang proses pertumbuhan dan perkembangan jiwa manusia, Al-Quran dalam petunjuk-petunjuknya menjadikan penahapan dan pembiasaan sebagai salah satu ciri sekaligus metoda guna mencapai sasaran.
Penahapan adalah suatu proses pembelajaran yang mengutamakan kepentingan anak didik. Memberikan pengetahuan dan beberapa wejangan yang memang dapat dan mampu untuk dijalankannya.
Pembiasaan sering kita sebut dengan alat pendidikan yang sangat penting sekali dalam dunia pendidikan, terutama bagi anak didik kita. Karena anak-anak belum menginsafi apa yang dikatakannya. Semenjak lahir anak-anak harus dibiasakan untuk melakukan hal-hal yang memang baik dan berperangai baik pula.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya berbakti kepadanya. Rasul ditanya; Bagaimana dia membantunya ?, Beliau menjawab; Dia menerima yang mudah dari anaknya. Dia memaafkan yang sulit, dia tidak membebaninya dengan tugas yang berat, tidak juga memakinya (bila keliru)”.
Menggunakan alat peraga untuk menyampaikan pendidikan agama, agar menyatu dengan kehidupan sehari-hari, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Begitupun dengan kita harus lebih pandai untuk menggunakan situasi yang lebih bagus.
4. Menerapkan watak positif
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya :
• Fleksibelitas, kemampuan untuk melihat adanya alternatif-alternatif pemecahan masalah, keterbukaan; suasana keterbukaan menghasilkan sikap demokrasi dan terbuka.
• Ketegasan, era globalisasi menghadapkan kita pada banyak pilihan yang menuntut kita untuk bertindak tegas (bukan kasar). Ketegasan perlu dibatasi oleh etika dan prinsip agama.
• Percaya diri untuk berinisiatif, kompetisi merupakan ciri globalisasi, menuntut kita memiliki percaya diri untuk berinisiatif, toleransi kepada ketidakpastian. Sesuatu selalu berubah, hanya Allah yang konstan, kemandirian, berencana, disiplin, berani ambil resiko dan lain sebagainya.
Akhirnya perlu di garis bawahi, bahwa pendidikan karakter berbasis qur’ani, perlu pendekatan yang sesuai dengan perkembangan anak didik, yang didukung penuh oleh orang tua dengan keteladanan, akan menghasilkan generasi qurani. Pendidikan dalam Islam adalah ibadah, ia lahir dari pandangan Islam tentang menuntut ilmu, yang dinilainya sebagai ibadah.
Perlu kita ketahui, bahwa apa yang kita bahas sekarang adalah sebagaimana yang diilhami dari perilaku anak-anak didik sekarang yang sungguh jauh dari norma-norma Islam yang berlaku. Banyak dari mereka yang tidak tahu apa yang dia lakukan memang merupakan kebenaran ataupun sebaliknya.
Memiliki anak-anak didik yang bebasis qur’ani memang dambaan semua pihak. Mereka merupakan generasi qur’ani yang dapat mengemban amanah umat ini di masa yang akan datang. Generasi ini selalu berpangku pada Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup seluruh umat Islam.
Namun, keinginan kita yang besar untuk menjadikan generasi qurani tidaklah didukung dengan sistem dan kurikulum yang diterapkan di Indonesia ini. Yaitu Persoalan pembelajaran nilai-nilai Islam di sekolah sering dikaitkan dengan jumlah jam belajar yang tidak berimbang dengan kebutuhan dan target dari mata pelajaran agama Islam itu sendiri. Dua jam seminggu menjadi sangat tidak realistis dengan tuntutan anak agar dapat memahami ibadahnya dengan benar, tumbuh kesadaran beribadah dan bahkan membangun mental dan akhlak anak menjadi mulia sebagaimana tuntunan agama.
Hematnya, kepedulian kita terhadap anak didik sekarang telah didukung dengan banyaknya berdiri lembaga-lembaga pendidikan yang sangat mengedepankan pendidikan Al-Quran dan tidak mengesampingkan pendidikan umum.

Senin, 07 Juni 2010

DESIGN KAOS

BAG. FURUD AHLUL WARIS SYARAT-SYARAT
NISFU ½ 1. BINTUN / ANAK PEREMPUAN • Sendirian
• Tidak ada anak lelaki
2. ZAUJUN / SUAMI • Sendirian
• Tidak ada far’ul waris (ibnun, bintun, ibnul ibni, bintul ibni)
3. BINTUL IBNI / CUCU PEREMPUAN DARI ANAK LELAKI • Sendirian
• Tidak ada ibnun dan ibnul ibni
• Tidak ada bintun
4. UKHTUN SYAQIQOH / SAUDARA PEREMPUAN SEKANDUNG • Sendirian
• Tidak ada saudara lelaki sekandung
• Tidak ada far’ul waris
• Tidak ada aslul waris lelaki (abbun, jaddun)
5. UKHTUN LIABBI / SAUDARA PEREMPUAN SEBAPAK • Sendirian
• Tidak ada saudara lelaki sekandung
• Tidak ada far’ul waris
• Tidak ada aslul waris lelaki (abbun, jaddun)
• Tidak ada saudara perempuan sekandung
• Tidak ada saudara lelaki sebapak
RUB’U ¼ 1. ZAUJUN / SUAMI • Ada anak
• Ada far’ul waris
2. ZAUJATUN / ISTRI • Tidak ada anak
• Tidak ada far’ul waris
TSUMUN 1/8 1. ZAUJATUN/ZAUJAATU / 1 ATAU BANYAK • Ada anak
• Ada far’ul waris
TSULUTSANI 2/3 1. BINTANI / 2 ANAK PEREMPUAN • Tidak ada anak lelaki
2. BINTANIL IBNI / 2 CUCU PEREMPUAN DARI ANAK LELAKI • Tidak ada ibnun dan ibnul ibni
• Tidak ada bintun/bintani
3. UKHTANI SYAQIQOTANI / 2 SAUDARA PEREMPUAN SEKANDUNG • Tidak ada saudara lelaki sekandung
• Tidak ada far’ul waris / 2 atau lebih
• Tidak ada aslul waris lelaki (abbun, jaddun)

4. UKHTANI LIABBI / 2 SAUDARA PEREMPUAN SEBAPAK • Tidak ada saudara lelaki sekandung
• Tidak ada far’ul waris / 2 atau lebih
• Tidak ada aslul waris lelaki (abbun, jaddun)
• Tidak ada saudara perempuan sekandung
• Tidak ada saudara lelaki sebapak
TSULUS 1/3 1. UMMUN / IBU • Tidak ada far’ul waris
• Tidak ada saudara lelaki atau perempuan lebih dari dua
2. IKHWAH/AKHOWAT LIUMMI / SAUDARA LELAKI/PEREMPUAN SEIBU 2 ORANG ATAU LEBIH • Tidak ada far’ul waris
• Tidak ada aslul waris lelaki (abbun, jaddun)
SUDUS 1/6 1. UMMUN / IBU • Ada anak atau cucu
• Ada saudara lelaki atau perempuan lebih dari dua
2. ABBUN / BAPAK • Ada anak
• Ada cucu
3. UMMUL UMMI (JADDATUN) / NENEK DARI IBU • Tidak ada ibu
4. UMMUL ABBI (JADDATUN) / NENEK DARI BAPAK • Tidak ada ibu
• Tidak ada bapak
5. ABBUL ABBI (JADDUN) / KAKEK • Ada anak atau cucu
• Tidak ada bapak
6. BINTUL IBNI / CUCU PEREMPUAN DARI ANAK LELAKI • Ada anak perempuan satu orang
• Tidak ada anak lelaki
• Tidak ada cucu lelaki dari anak lelaki
7. UKHTUN LIABBI / SAUDARA PEREMPUAN SEBAPAK/ 1 ORANG ATAU LEBIH • Ada 1 orang saudara perempuan sekandung
• Tidak ada far’ul waris
• Tidak ada abbun dan jaddun
• Tidak ada saudara lelaki sebapak
8. UKHTUN/AKHUN LIUMMI / SAUDARA LELAKI/PEREMPUAN SEIBU • Sendirian
• Tidak ada far’ul waris
• Tidak ada aslul waris (abbun, jaddun)