Kamis, 24 Desember 2009

Makalah Ilmu Pendidikan Islam

Alat-alat Pendidikan Islam

Pengertian Alat-alat Pendidikan
Dalam suatu pekerjaan baik itu yang diperintahkan ataupun tidak, mustilah semuanya ada maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh si pekerja, orang tua menyuruh anaknya mandi, melarang anaknya merusak tanaman, menyuruh anaknya pergi mengaji ke Mushola, dan lain-lain; ada tujuannya tersendiri.
Begitu juga Ilmu Pendidikan secara umum yang bertujuan membawa anak atau peserta didik kepada kedewasaannya, yang berarti dia harus dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri, berbuat dan hidup menurut nilai-nilai dan norma-norma keagamaan yang berlaku.
Tujuan Ilmu Pendidikan Islam sendiri yaitu untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan juga untuk tunduk dan mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT.
Dan demi mencapai suatu tujuan tersebut di dalam Ilmu Pendidikan ada usaha, metode, atau perbuatan si pendidik untuk melaksanakan tugas mendidik sehingga mencapai tujuan pendidikan disebut juga alat-alat pendidikan.
Alat pendidikan pula dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan atau benda yang sengaja diadakan untuk mempermudah pencapaian tujuan pendidikan. Alat pendidikan dapat juga disebut sebagai sarana atau prasarana pendidikan.
Sementara Ahmad D. Marimba mengemukakan pendapatnya tentan alat pendidikan Islam ialah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk meode pendidikan Islam. Ataupun langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan dan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Adapun pembagian alat-alat pendidikan atau apa saja yang termasuk dalam alat pendidikan, Imron Fauzi membagi kedalam dua bagian, yaitu fisik dan non fisik :
1. Fisik
Yang termasuk alat fisik pendidikan berupa lembaga pendidikan dan media pendidikan.

2. Non Fisik
Yaitu alat pendidikan yang berupa materi atau pokok-pokok pikiran yang membantu proses pendidikan yang terdiri dari : kurikulum, metode, evaluasi, manajemen, mutu pelajaran, dan keuangan.
Abdurrahman An-Nahlawi membagi alat-alat pendidikan Islam kepada dua golongan, yaitu :
1. Alat Pendidikan Preventif
Alat pendidikan preventif ialah alat pendidikan yang bersifat pencegahan yang bertujuan untuk mencegah anak sebelum dia berbuat sesuatu yang tidak baik, seperti tata tertib, anjuran dan perintah, larangan dan paksaan.
2. Alat Pendidikan Represif
Alat pendidikan represif ialah alat pendidikan yang bersifat korektif dengan tujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada hal-hal yang baik dan tertib seperti, pemberitahuan, teguran, hukuman atau ganjaran.
Namun ada sebagian yang berpendapat juga bahwa alat pendidikan dibagi kedalam tiga bagian, yaitu :
1. Alat-alat yang memberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengetahuan hafalan, alat ini disebut juga pembiasaan.
2. Alat-alat untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat, dan cara-cara berfikir.
3. Alat-alat yang membawa kearah keheningan bathin, kepercayaan, dan pengarahan diri sepenuhnya kepada Allah.
Dengan begitu dalam makalah ini kami membagi alat-alat pendidikan kepada dua bagian yang bersifat umum, yaitu :
1. Alat pendidikan berupa materi atau pokok-pokok pikiran pembelajaran, diantaranya : kurikulum dan manajemen.
2. Alat-alat pendidikan berupa sikap atau tindakan yang harus dan sengaja dilakukan, yaitu : pembiasaan dan pengawasan, perintah dan larangan, ganjaran dan hukuman, nasihat, qudwah atau tauladan.








1. Kurikulum
Kurikulum merupakan bahan-bahan pelajaran yang harus disajikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Dalam ilmu pendidikan Islam kurikulum merupakan komponen yang amat penting karena juga sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan itu.
Zakiyah Derajat mengungkapkan bahwa kurikulum merupakan suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan tertentu.
Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan kurikulum sebagai sesuatu yang mendukung pengajaran dan sistem, serta tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari ilmu tersebut. Dan juga untuk menyesuaikan suatu maddah (mata pelajaran) yang akan diberikan kepada setiap marhalah (tingkatan).
Sedangkan Ibnu Sahnun membagi kurikulum pendidikan kepada dua bagian; kurikulum wajib, dan kurikulum pilihan. Kurikulum wajib meliputi Al-Quran, hadits, dan fiqh. Sedangkan kurikulum pilihan berkisar pada materi-materi : ilmu hitung, syair, al-gharib (kata sulit), bahasa Arab, dan ilmu nahwu, yang semuanya itu bertujuan untuk menanamkan sendi-sendi pendidikan berdasarkan norma-norma pengetahuan Islam. Dan kurikulum pendidikan Islam sejalan dengan filsafat Islam yang mengajak manusia untuk memiliki pengetahuan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kurikulum pendidikan pun harus mencakup tiga hal penting, yaitu : pendidikan akal, pendidikan jasmani, dan pendidikan hati. Kemudian kurikulum hendaknya mampu menggabungkan ilmu agama dan ilmu umum sehingga sasaran dan tujuan itu dapat terealisasikan.
Hasan Langgulung mendefinisikan kurikulum sebagai sejumlah pengalaman, pendidikan, kebudayaan, sosial, keolahragaan, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong mereka untuk berkembang dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dalam muatan kurikulum pendidikan pun harus mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjadi dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia. Sehingga kurikulum dapat dikategorikan sebagai alat pendidikan yang sangat urgen (penting) di masa sekarang.



2. Metode
Alat pendidikan Islam selanjutnya ialah metode yang dapat diartikan sebagai cara mengajar untuk pencapaian tujuan. Penggunaan metode dapat memperlancar proses pendidikan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Metode-metode yang dimaksud seperti : metode ceramah, metode tanya jawab, metode hafalan, cerita, diskusi, dan lain-lain.
Metode pendidikan Islam disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Dalam ilmu metodik umum pendidikan agama Islam dijelaskan berbagai metode mengajar yang dapat digunakan oleh seseorang demi tercapainya suatu tujuan pendidikan Islam dalam kegiatan interaksi secara umum, misalnya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, dan lain-lain.
Ibnu Sahnun mengutarakan lima metode pendidikan secara umum yang harus diikuti oleh setiap pendidik adalah sebagai berikut :
a. Pendidik menyediakan waktu luang bagi anak didiknya untuk mengajar.
b. Pendidik tidak memindahkan meteri satu ke materi yang lain sebelum mereka hafal.
c. Pendidik menyediakan waktu khusus untuk diskusi dan memberikan mereka kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.
d. Pendidik hendaknya mengulani setiap materi yang telah diberikan (evaluasi).
e. Pendidik hendaknya bersifat adil.
Hasan Al-Banna menawarkan enam metode pendidikan, yaitu sebagai berikut :
a. Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan asfek sejarah.
b. Metode sinkronik-analitik, yaitu metode yang member kemampuan analisis teoretis, seperti, diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lain-lain.
c. Metode hallul musykilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah.
d. Metode tajribiyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk mem-perolah kemampuan anak dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan umum.
e. Metode al-istiqro’iyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan.
f. Metode al-isthinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal umum kepada hal-hal khusus. Kebalikan dari metode induktif.
Sedangkan Imam Zarkasyi memberikan metode pendidikan dan kaidah pengajaran, yaitu pelajaran harus dimulai dari yang mudah dan sederhana, tidak tergesa-gesa pindah ke pelajaran yang lain sebelum anak didik memahami betul pelajaran yang telah diberikan, proses pengajaran harus teratur dan tematik, dan lain sebagainya.


3. Pembiasaan dan Pengawasan

A. Pembiasaan
Pembiasaan dalah salah satu alat pendidikan yang penting sekali, terutama bagi anak-ana yang masih kecil. Anak-anak kecil belum menginsafi apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan buruk dalam arti susila. Juga anak kecil belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa, tetapi mereka sudah mempunyai hak seperti hak dipelihara, hak mendapat perlindungan, dan hak mendapat pendidikan. Anak kecil belum kuat ingatannya; ia cepat melupakan apa yang sudah dan baru terjadi. Perhatian mereka mudah beralih kepada hal-hal yang baru, yang lainnya, yang disukainya. Apalagi kepada anak-anak yang baru lahir, hal itu semua belum ada sama sekali atau setidaknya, belum sempurna sama sekali.
Oleh karena itu, sebagai permulaan dan sebagai pangkal pendidikan, pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Sejak dilahirkan anak-anka harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan-perbuatan yang baik, seperti dimandikan dan ditidurkan pada waktu tertentu, diberi makan dengan teratur, dan sebagainya. Makin besar anak itu, kebiasaan-kebiasaan baik itu harus tetap diberikan dan dilaksanakan, seperti tidur dan bangun pada waktunya yang teratur, demikian pula makan, mandi, bermain-main, berbicara, belajar, dan bekerja.
Pembiasaan yang baik penting artinya bagi pembentukan anak-anak, dan juga akan terus berpengaruh kepada anak sampai hari tuanya, sehingga anak itu terbiasa untuk melakukan hal-hal yang baik.
Begitu juga Rasulullah SAW dalam membimbing para sahabatnya agar selalu membiasakan amalan baik untuk dikerjakan setiap hari.
Abdurrahman An-Nahlawi mengungkap pengaruh-pengaruh positif pendidikan yang diawali dari pembiasaan, yaitu sebagai berikut :
a. Meyakinkan atau menyadarkan anak didik akan perbuatan yang baik.
b. Menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam setiap perbuatannya.
c. Memberikan kecintaan pada perbuatannya dengan selalu rendah hati dan dapat menghilangkan sifat malas.
d. Memperdalam jiwa dan konsekuen dengan perbuatannya.
Supaya pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan baik hasilnya, harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain :
a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b. Pembiasaan itu hendaklah terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c. Pendidikan hendakalah konsekuen, bersikap tegas, dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya. Jangan member kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan itu.
d. Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri.


B. Pengawasan
Di atas telah dikatakan bahwa pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan. Demikian pula, aturan-aturan dan larangan-larangan dapat berjalan dan ditaati dengan baik jika disertai dengan pengawasan yang terus-menerus. Perkataan terus-menerus disini dimaksudkan bahwa pendidik hendaklah konsekuen; apa yang dilarang hendaknya selalu dijaga jangan sampai dilanggar dan apa yang telah diperintahkan jangan sampai diingkari. Juga pengawasan ini perlu sekali untuk menjaga bilamana ada bahaya-bahaya yang dapat merugikan perkembangan anak-anak baik jasmani maupun rohani.
Pengawasan itu penting sekali dalam mendidik anak-anak. Tanpa pengawasan berarti membiarkan anak berbuat sekehendaknya anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan buruk, tidak mengetahui mana yang seharusnya dihindari, dan mana yang boleh dan harus dilaksanakan, mana yang membahayakan dan tidak.
Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya, akan menjadi manusia yang hidup menurut nafsunya saja.
Memang, ada ahli-ahli didik yang menuntut adanya kebebasan yang penuh dalam pendidikan. Akan tetapi, para ahli didik sekarang umumnya sependapat bahwa pengawasan adalah alat pendidikan yang penting dan harus dilaksanakan, biarpun secara berangsur-angsur anak itu harus diberi kebebasan.
Tentu saja pengawasan itu dilakukan oleh pendidik dengan mengingat usia anak-anak. Anak-anak yang masih kecil sangat membutuhkan pengawasan. Makin besar anak itu, makin berkurang pengawasannya sehingga berangsur-angsur anak itu dapat bertanggung jawab atas tindakan dan perbuatannya.
Jadi, dalam hal ini harus ada perbandingan antara pengawasan dan kebebasan. Tujuan mendidik adalah membentuk anak supaya pada akhirnya dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri atas perbuatannya, mendidik kearah kebebasan.
Dengan begitu, antara pembiasaan dan pengawasan terdapat ikatan yang sangat erat demi terwujudnya tujuan pendidikan. Dengan kata lain kita membiasakan anak untuk melakukan sesuatu dengan diiringi pengawasan yang terus-menerus.


4. Perintah dan Larangan

A. Perintah
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang harus dikerjakan oleh orang lain, melainkan dalam hal ini termasuk peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh anak-anak. Setiap perintah dan peraturan dalam pendidikan menagandung noram-norma kesusilaan; jadi bersifat memberi arah atau mengandung tujuan kearah perbuatan susila.
Tentu saja suatu perintah atau peraturan itu dapat mudah ditaati oleh anak-anak jika pendidik sendiri menaati dan hidup menurut peraturan-peraturan itu; jika apa yang harus dilakukan olah anak-anak itu sebenarnya sudah dimiliki dan menjadi pedoman pula bagi hidup si pendidik.
Dengan singkat, kita dapat mengatakan bahwa dalam berbagai hal, dalam pendidikan, contoh atau suri tauladan dari si pendidik merupakan alat pendidikan yang sangat penting pula, bahkan yang utama sekali. Karena tidak mungkin anak didik melaksanakan setiap apa yang diperintahkan pendidik jikalau pendidik itu sendiri tidak menjadi suri tauladan bagi anak didiknya.
Juga segala apa yang dinamakan alat pendidikan, seperti perintah, larangan, nasihat, dan hukuman, berhasil atau tidaknya tergantung kepada si pendidik itu sendiri.
Supaya perintah-perintah yang dilancarkan oleh si pendidik terhadap anak didiknya dapat ditaati sehingga dapat tercapai apa yang dimaksud, hendaklah perintah-perintah itu memenuhi syarat-syarat tertentu :
a. Perintah hendaklah terang dan singkat.
b. Perintah hendaklah diseduaikan dengan keadaan dan umur anak.
c. Perintah hendaklah bersifat tidak terlalu keras.
d. Janganlah terlalu banyak dan berlebih-lebihan dalam memberi perintah.
e. Pendidik hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya.
f. Pendidik hendaklah sama-sama mengerjakan apa yang telah dia perintahkan kepada anak didiknya.



B. Larangan
Disamping memberi perintah, sering pula kita harus melarang perbuatan anak-anak. Larangan itu biasanya kita keluarkan jika anak melakukan sesuatu yang tidak baik, yang merugikan, atau yang dapat membahayakan dirinya.
Kalau kita perhatikan benar-benar, umumnya di dalam rumah tangga larangan itu merupakan alat mendidik satu-satunya yang lebih banyak dipakai oleh para ibu dan bapak terhadap anaknya. Sebenarnya, pendapat yang demikian itu tidak benar. Seorang anak yang selalu dilarang dalam segala perbuatan dan permainannya sejak kecil, dapat terhambat perkembangan jasmani dan rohaninya, dan juga menumbuhkan sifat jelek pada diri anak secara tidak langsung.
Maka dari itu, janganlah pendidik terlalu banyak melarang perbuatan anak didiknya. Dan demi terjaganya sebuah larangan ada beberapa syarat yang diajukan dan perlu diingat oleh para pendidik, diantaranya :
a. Larangan harus diberikan dengan singkat.
b. Berilah penjelasan atas apa yang telah kita larang.
c. Jangan terlalu sering melarang.
d. Bagi anak-anak yang masih kecil, larangan dapat dicegah dengan membelokkan perhatian anak kepada sesuatu yang lain, yang menarik minatnya.


5. Ganjaran dan Hukuman (Reward dan Punishment)

A. Ganjaran (Reward)
Ganjaran adalah suatu alat pendidikan untuk mendorong anak didik agar dapat terus mengerjakan perbuatan itu, ataupun suatu penghargaan yang diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu.
Ganjaran (reward) adalah suatu “balasan” dalam dunia pendidikan yang berarti hadiah, upah, ataupun penghargaan, bahkan pahala juga dapat diartikan dengan reward yang banyak Allah sebut dalam Al-Quran ayat-ayat yang berkenaan dengan reward atau ganjaran bagi si pelaku perbuatan.
Ganjaran terkadang dikonotasikan dengan suatu hal yang negatif, tetapi lazimnya selalu digunakan dalam pengertian positif.
Pun, demikian memberikan ganjaran kepada anak didik bukan merupakan hal yang mudah, banyak sekali macamnya, diantaranya :
a. Ganjaran dengan isyarat (menganggukan kepala).
b. Ganjaran dengan memberikan pujian.
c. Ganjaran dengan memberikan hadiah liburan atau jalan-jalan.
d. Ganjaran dengan memberikan benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak.
Adapun syarat-syarat pendidik dalam memberikan ganjaran terhadap anak didiknya, yaitu :
a. Pendidik harus mengenal anak didiknya yang akan diberi ganjaran.
b. Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak didik hendaknya jangan menimbulkan rasa iri hati atau cemburu bagi anak didik lainnya.
c. Memberikan ganjaran hendaknya hemat.
d. Janganlah memberikan ganjaran dengan menjanjikan lebih dulu sebelum anak itu melakukan perbuatannya.
e. Pendidik harus berhati-hati dalam memberikan ganjaran.

B. Hukuman (Punishment)
Hukuman (punishment) adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadinya suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan.
Hukuman yang diberikan hendaknya bersifat perubahan atau bertujuan merubah kearah yang lebih baik dan jawaban atas sebuah pelanggaran.
Namun terkadang si pendidik menjadikan hukuman sebagai pelampiasan kekesalan terhadap anak didiknya. Sehingga mengakibatkan ketidak ikhlasan anak didik dalam menerima hukuman dan menimbulkan kebencian serta rasa dendam terhadap pendidik. Oleh karena itu, hendaklah bagi si pemberi hukuman mengetahui watak anak didik yang akan diberikan hukuman terlebih dahulu, demi untuk penyesuaian hukuman itu sendiri.
Wiliam Stern membedakan tiga macam hukuman yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima hukuman, yaitu :
1) Hukuman Asosiatif
Hukuman asosiatif diberikan kepada anak kecil untuk mengajarkan kepada mereka tentang ilustrasi hukuman dengan kejahatan atau pelanggaran.
2) Hukuman Logis
Hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak besar. Dengan hukuman ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik. Anak mengerti bahwa ia mendapatkan hukuman itu adalah akibat kesalahan yang diperbuatnya. Misalnya anak disuruh menghapus papan tulis setelah ia mencoret-coret dan mengotorinya.
3) Hukuman Normatif
Hukuman normatif ialah hukuman yang bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Hukuman inin dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan norma-norma etika, sepetti halnya berdusta, menipu, dan mencuri. Jadi hukuman normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anak-anak.
Di samping perbedaannya yang jelas antara pengertian “hukuman” dan “ganjaran”, di dalam proses pendidikan keduanya itu mengandung pula persamaan.
Kedua-duanya merupakan reaksi dari si pendidik atas perbuatan yang telah dilakukan oleh anak didik. Hukuman dijatuhkan atas dasar perbuatan anak didik yang melanggar dari aturan atau melakukan hal yang tidak baik. Ganjaran diberikan atas dasar perbuatan-perbuatan baik yang telah dilaksanakan oleh anak didik.
Adapun syarat-syarat hukuman yang akan diberikan kepada peserta didik, antara lain adalah :
a. Hukuman hendaklah dapat dipertanggung jawabkan.
b. Hukuman harus bersifat memperbaiki.
c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam.
d. Jangan menghukum dikala kita sedang marah.
e. Hukuman diberikan dengan sadar.
f. Tidak ada hukuman badan (fisik) seperti memukul atau menendang.


6. Qudwah atau Suri Tauladan
Tauladan (qudwah) adalah merupakan hal terpenting dalam alat pendidikan Islam demi tercapainya sebuah tujuan, karena sesuai dengan fitrah manusia yang selalu mengikuti apa yang ia kagumi dan selalu mencari panutan demi menjadi percontohan untuk hidupnya sehari-hari.
Sebagaimana umat Islam yang menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan utama dalam mengarungi bahtera kehidupannya.
Seorang anak didik tidak akan melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan oleh gurunya kecuali guru itu melakukannya, dengan kata lain murid selalu memperhatikan gerak-gerik atau tingkah laku gurunya.
Dan juga telah disinggung di awal bahwa qudwah pun menjadi salah satu faktor utama keberhasilan suatu tujuan pendidikan. Tidak mungkin pendidikan Islam khususnya akan berhasil dengan tidak adanya tauladan dalam proses pendidikan itu sendiri. Dengan begitu, qudwah atupun tauladan dari seorang pendidik terhadap anak didiknya harus kita perhatikan.

7. Nasihat atau Dorongan
Alat pendidikan Islam yang selanjutnya adalah nasihat (mauidzot). Nasihat dalam segi bahasa mengingatkan atau melembutkan hatinya dari pahala dan siksa. Sedangkan menurut istilah nasihat berarti mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran, yang menimbulkan penekanan dalam hati dan mengerjakannya dalam perbuatan yang nyata.
Nasihat dapat juga dilakukan dengan menerangkan sebuah kemaslahatan (kebaikan) dan kebenaran, atapun dengan mengingatkan yaitu mengingatkan akan adanya kematian, rasa sakit, dan hari pembalasan.
Hal ini dilakukan agar anak didik tidak melenceng jauh dar norma-norma dan nilai-nilai Islam yang telah ditanamkan di awal, dan juga seorang pendidik harus sering memberikan nasihat kepada peserta didik, karena nasihatlah yang selalu menggugah hati setiap pendengarnya.
Dalam Islam nasihat merupakan salah satu jalan dakwah yang membimbing dan mengajak umatnya kepada jalan yang diridloi Allah SWT. Dengan nasihat pula lah Islam menyebar di seluruh alam dunia ini.

DAFTAR PUSTAKA
An-Nahlawi, Abdurrahman. 1979. Ushul Al-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Asalibuha
fi Al-Bait wa Al-Madrasah wa Al-Mujtama’. Beirut : Dar Al-Fikr.
Purwanto, M. Ngalim. Drs. MP. 1998. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis.
Bandung : Rosda.
Tafsir, Ahmad. DR. 1990. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Bandung :
Rosda.
Susanto, A. Drs. M.Pd. 2009. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Amzah.
www.anakciremai.com/makalah-agama-islam. “Ilmu Pendidikan Islam” Makalah
Pendidikan Agama Islam jumat 13 Juni 2008.
www.imronfauzi.wordpress.com. “Alat dan Sarana Pendidikan Islam” Makalah
28 Februari 2008 Pukul 15.11 WIB.
Mahfuz Budi, M.Pd. “Makalah Filsafat Pendidikan Islam”. Mahasiswa S-3 IAIN
SUMUT Medan 2008.

Kamis, 17 Desember 2009

Penyumbat Saluran Rezeki
Oleh: KH Abdullah Gymnastiar

Allah SWT menciptakan semua makhluk telah sempurna dengan pembagian rezekinya. Tidak ada satu pun yang akan ditelantarkan-Nya, termasuk kita. Karena itu, rezeki kita yang sudah Allah jamin pemenuhannya. Yang dibutuhkan adalah mau atau tidak kita mencarinya. Yang lebih tinggi lagi benar atau tidak cara mendapatkannya. Rezeki di sini tentu bukan sekadar uang. Ilmu, kesehatan, ketenteraman jiwa, pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula rezeki, bahkan lebih tinggi nilainya dibanding uang.

Walau demikian, ada banyak orang yang dipusingkan dengan masalah pembagian rezeki ini. “Kok rezeki saya seret banget, padahal sudah mati-matian mencarinya?” “Mengapa ya saya gagal terus dalam bisnis?” “Mengapa hati saya tidak pernah tenang?” Ada banyak penyebab, mungkin cara mencarinya yang kurang profesional, kurang serius mengusahakannya, atau ada kondisi yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla “menahan” rezeki yang bersangkutan. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apa saja penyebabnya?

Saudaraku, Allah adalah Dzat Pembagi Rezeki. Tidak ada setetes pun air yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin-Nya. Karena itu, jika Allah SWT sampai menahan rezeki kita, pasti ada prosedur yang salah yang kita lakukan. Setidaknya ada lima hal yang menghalangi aliran rezeki.

Pertama, lepasnya ketawakalan dari hati. Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri kepada selain Allah. Kita berusaha, namun usaha yang kita lakukan tidak dikaitkan dengan-Nya. Padahal Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya. Ketika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah, maka keburukan-lah yang akan ia terima. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Demikian janji Allah dalam QS Ath Thalaaq [63] ayat 3.

Kedua, dosa dan maksiat yang kita lakukan. Dosa adalah penghalang datangnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki disebabkan oleh perbuatan dosanya.” (HR Ahmad). Saudaraku, bila dosa menyumbat aliran rezeki, maka tobat akan membukanya. Andai kita simak, doa minta hujan isinya adalah permintaan tobat, doa Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan adalah permintaan tobat, demikian pula doa memohon anak dan Lailatul Qadar adalah tobat. Karena itu, bila rezeki terasa seret, perbanyaklah tobat, dengan hati, ucapan dan perbuatan kita.

Ketiga, maksiat saat mencari nafkah. Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang halal, apakah benar dalam mencari dan menjalaninya? Tanyakan selalu hal ini. Kecurangan dalam mencari nafkah, entah itu korupsi (waktu, uang), memanipulasi timbangan, praktik mark up, dsb akan membaut rezeki kita tidak berkah. Mungkin uang kita dapat, namun berkah dari uang tersebut telah hilang. Apa ciri rezeki yang tidak berkah? Mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak membawa ketenangan, sulit dipakai untuk taat kepada Allah serta membawa penyakit. Bila kita terlanjur melakukannya, segera bertobat dan kembalikan harta tersebut kepada yang berhak menerimanya.

Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingat Allah. Bertanyalah, apakah aktivitas kita selama ini membuat hubungan kita dengan Allah makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa shalat (atau minimal jadi telat), lupa membaca Alquran, lupa mendidik keluarga, adalah sinyal-sinyal pekerjaan kita tidak berkah. Jika sudah demikian, jangan heran bila rezeki kita akan tersumbat. Idealnya, semua pekerjaan harus membuat kita semakin dekat dengan Allah. sibuk boleh, namun jangan sampai hak-hak Allah kita abaikan. Saudaraku, bencana sesungguhnya bukanlah bencana alam yang menimpa orang lain. Bencana sesungguhnya adalah saat kita semakin jauh dari Allah.

Kelima, enggan bersedekah. Siapapun yang pelit, niscaya hidupnya akan sempit, rezekinya mampet. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala, penyubur kebaikan serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat (QS Al Baqarah [2]: 261). Tidakkah kita tertarik dengan janji Allah ini? Maka pastikan, tiada hari tanpa sedekah, tiada hari tanpa kebaikan. Insya Allah, Allah SWT akan membukakan pintu-pintu rezeki-Nya untuk kita. Amin.

Wassalamu'alaikum wr. wb.
tersungkur dan terus terkapar melihat apa yang tidak harus sku lakukan